“Broken
home”
Pagi yang cerah ini, tak secerah
suasana hatiku yang selalu dipenuhi kecemasan yang berlebihan. Masalah selalu datang
menghampiriku, serasa masalah itu anggota keluargaku saja. Bahkan aku
dilahirkan oleh keluarga yang bermasalah juga. Semenjak aku berumur 16 tahun,
dimana saat itu aku sudah mempunyai adik bernama Risa, dia masih berumur 3 bulan. Semenjak mama
mengandung Risa, saat inilah dimulainya kehancuran keluarga kami. Papa mengelak kalau Risa ini adalah buah dari
mereka berdua. Papa berfikir kalau mama selingkuh dengan orang lain, karena
dari satu tahun yang lalu, papa mendapat job di luar negeri dan baru pulang
dari Hongkong satu bulan lalu, setelah pulang dirumah papa dikejutkan dengan
kehamilan mama yang kontrovensi. Dengan tuduhan yang sedemikian rupa, mama
bersih keras mengelak kalau mama selingkuh dengan orang lain, bahkan mama
memutar balikan tuduhan itu dengan menuduh papa selingkuh saat berada di
Hongkong, sebab papa tidak pernah memberi kabar ketika berada di Hongkong.
Papa adalah salah satu dari anggota
DPR RI yang bertugas diluar kota bahkan luar negeri. Oleh karena itu papa
jarang untuk pulang ke rumah. Dan mama adalah seorang sekretaris dari salah
satu perusahaan terbesar di Jakarta, mamapun selalu pulang malam kalau bekerja. Oleh sebab itu aku merasa
kesepian setiap aku berada dirumah.
Pada tanggal 12 September 2011,
lahirlah Risa dimuka bumi ini. saat inilah aku sangat bahagia karena impianku
mempunyai adek akhirnya terwujud juga. Kebahagiaanku ini tidak terpancar
diwajah papa, bahkan papa tidak datang saat mama melahirkan Risa, Papa lebih
mementingkan pekerjaannya.keadaan seperti ini terus berlanjut hingga sekarang.
Papa dan mama selalu bertengkar setiap hari. Dengan sumber masalah yang berbeda-beda, papa dan
mama menghiasi pagi, siang, sore, dan malam dengan emosi-emosi keegoisan mereka. Tidak jarang juga masalah
mereka berimbas ke kami, anak-anak mereka. Risa yang masih kecilpun harus
menelan pahitnya kehidupan keluarga kami, tidak ada seorangpun kecuali saya
yang mau merawatnya. Sekolahpun aku relakan untuk bisa merawat adek tercintaku
ini. Tak jarang juga aku membeli susu kaleng untuk adekku dengan uang SPPku.
Masalah satu belum selesai, datang
lagi masalah yang baru. Bagaikan bencana ini adalah sebagaian dari nafasku. Risa yang selama ini aku rawat dengan susah payah, Ia sekarang
terkenah demam yang tinggi, badannya panas sekali dan dia hanya bisa menangis
menahan sakitnya itu. Dengan menahan keluarnya air mataku ini karena tidak tega
melihat Risa
kesakitan, segera aku membawa Risa menuju rumah sakit yang letaknya satu kilometer dari rumah kami. Untungnya aku bertemu Abi, paman dari sahabatku
yang bekerja sebagai dokter di rumah sakit itu. Aku pasrahkan semuanya untuk kesehatan Risa ke om Abi, dengan
menitipkan uang 1O juta yang aku dapatkan dari laci dikamar papa, aku percayakan
semua administrasinya ke om Abi. Sambil menunggu informasi kesehatan Risa, dengan fikiran yang penuh dengan masalah yang
menimpah hidupku, aku pergi menuju rumah
Joko , sahabatku. Memang sebelumnya aku sudah diundang untuk
datang kerumahnya. Sesampainya dirumah Joko, aku disambut dengan hangat oleh Acha, kekasihku. Kami bergerak menuju ruang
utama dirumah Joko.Tidak terlihat satu orangpun dari keluarganya saat itu,
memang dari 3 hari yang lalu seluruh keluarga Joko liburan ke Paris. Tidak lama kemudian
datanglah Mia dengan membawa bungkusan plastik yang berisi minuman keras yang
sering kita minum disaat banyak fikiran seperti ini. Didorong banyak masalah yang menimpahku,
akupun meminum minuman haram itu hingga aku mabuk berat.
Saat jam
dinding menunjukan pukul 20.11 WIB, aku meminta tolong bima untuk
mengantarkanku pulang kerumah papa dan mama. Sesampainya aku dirumah
papa dan mama, dan didorong dengan keadaanku yang mabuk berat, aku memanggil kedua orang tuaku dan
aku memberanikan diri untuk mengungkapkan keegoisan-keegoisan mereka dan
mengabarkan kondisi Risa yang sesungguhnya. Belum selesai aku mengungkapkan kesalahan-kesalahan mereka, pembicaraan ini
dipotong oleh suara handphone papa yang berdering. Segeralah papa
melangkahkan kakinya menuju
handphone papa yang papa letakan diatas meja santai. Tidak lama kemudian papa
meneteskan air mata dan melepaskan handphonenya dari tangannya. Mamapun pergi menghampiri
papa dan mencari tahu penyebab papa meneteskan air mata itu. Dan tidak tahu kenapa,
tiba-tiba mereka saling memeluk satu dengan yang lainnya sambil menangis tanpa
aku ketahui
penyebabnya. Saat itulah aku melihat papa dan mama dekat kembali. Mereka berjalan menuju
aku dengan tetesan air mata mereka. Mereka memberi tahu bahwa Risa telah meninggal dunia
karena terkenah penyakit demam berdarah. Setelah aku mengetahui
adek kesayanganku sudah tiada, aku jatuh tidak sadarkan diri.
Setelah beberapa jam aku tidak sadarkan diri, akhirnya
aku sadar kembali, aku teringat akan Risa, adek tersayangku. Aku keluar dari kamarku
dan menuju ruang tamu. Setibanya aku diruang
tamu, aku melihat tetangga-tetanggaku sudah mulai keluar satu demi satu dari
rumahku. Aku
tidak menyangkah kalau aku melewatkan proses pemakamam adekku. Segeralah aku menuju ke
tempat peristirahatan terakhir adekku tercinta. Sesampainya dimakam adekku, aku melihat papa dan mama
disana, mereka berdua menangis sambil mengusap batu nisan Risa. Ku langkahkan kakiku
menuju mereka berdua dan kumemeluk makam Risa dengan air mata yang terus
mengalir sambil mengucapkan terima kasih ke Risa, karena doa Risa yang saat ini
berada disurga telah membuat hati orang tuaku luluh dan akhirnya tak ada lagi
pertengkaran yang selalu menghiasi kehidupan keluarga kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar